Asal-usul Desa Adat Panglipuran
Bali adalah objek wisata yang sangat terkenal di
kalangan wisatawan baik lokal maupun manca negara. Salah satunya desa adat
panglipuran. Desa Adat Panglipuran dibentuk pada jaman Bali
Mula, masyarakat Desa Adat Panglipuran mengakui bahwa leluhur mereka berasal
dari Desa Bayung Gede Kintamani.
Kata
Panglipuran ini berasal dari kata Lipur yang berarti menghibur hati,
jadi penglipuran artinya tempat untuk menghibur hati sambil bekerja di ladang,
lama-kelamaan menjadilah Panglipuran. Para pemuka adat setempat menuturkan bahwa
nama Panglipuran mengandung makna Pengeliling Pura, sebuah tempat suci
untuk mengenang leluhur. Tanah yang sekarang ini disebut dengan Desa Adat
Panglipuran merupakan hadiah dari raja Bangli karena penduduk desa berani
bertempur melawan kerajaan Gianyar.
Gapura ucapan
selamat datang di Desa Panglipuran
Desa
Penglipuran yang telah didaulat menjadi desa adat sejak tahun 1992 ini
merupakan kawasan perdesaan di Bali yang memiliki tatanan teratur baik secara
fisik maupun struktur pemerintahan desa, serta tidak lepas dari nilai-nilai budaya
yang dipegang teguh oleh masyarakat.
Desa Adat
Panglipuran berada di desa Kubu Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli berjarak 45
km dari kota Denpasar. Letaknya berada di daerah dataran tinggi disekitar kaki Gunung Batur.
Suasana wisatawan desa adat panglipuran
Ciri Khas Rumah
Di Desa Adat Panglipuran
Keunggulan dari Desa Adat Panglipuran ini dibandingkan dengan desa-
desa lainnya di Bali adalah bagian depan rumah serupa dan seragam dari ujung
utama desa sampai bagian hilir desa. Desa tersusun sedemikian rapinya yang mana
daerah utamanya terletak lebih tinggi dan semakin menurun sampai kedaerah
hilir. Selain bentuk depan yang sama, adanya juga keseragaman bentuk dari bahan
untuk membuat rumah tersebut. Seperti bahan tanah untuk tembok dan untuk bagian
atap terbuat dari penyengker dan bambu untuk bangunan di seluruh desa. Disetiap tempat
yang dianggap sakral atau disucikan diberi kain berwarna hitam putih seperti
papan catur.
Salah satu pura
yang ada di Desa Panglipuran
Beberapa ciri
dari Desa ini yaitu :
- Setiap rumah terdapat pura Antara rumah, dapur (poon), dan
mbale (tempat untuk pernikahan) bertempat terpisah - Rumah menghadap terserah tuan rumah
- Dapur (poon) menghadap ke utara
- Mbale menghadap ke selatan
Gambar mbale,
rumah dan dapur
Setiap rumah hanya terdapat satu
kepala keluarga. Desa Panglipuran terdapat 77
kepala keluarga. Warga Desa ini boleh berpoligami tetapi harus bertempat
tinggal yang terpisah dari kampung ini, yang disebut Karangmadu.
Kehidupan Masyarakat Di Desa Adat Penglipuran
Mata pencaharian para
penduduk desa Panglipuran adalah
sebagai petani. Dimana sawah menjadi tumpuan harapan mereka disamping
kerajinan tangan yang mereka jual kepada para wisatawan yang berkunjung ke desa
mereka. Penduduk desa ini dilimpahi hujan yang lebat tiap tahunnya
sehingga memudahkan penduduknya dalam bercocok tanam dan masalah irigasi. Serta
kebanyakan tanaman yang ditanam oleh petani di ladang yaitu buah durian dan
manggis.
Kerajinan tangan
di Desa Panglipuran
Minuman daun cem-cem
Foto dengan
salah satu warga Desa Panglipuran
Untuk peribadaan warga desa panglipuran setiap rumah wajib
memiliki pura dan mereka melakukan ibadah di pura pribadi setiap hari,
sedangkan mereka beribadah di pura utama 4 hari sekali
Wawancara dengan
Nyoman Rima
Upacara
Kematian (Ngaben)
Seperti daerah lain yang ada di Bali, di
Panglipuran masyarakat mengadakan upacara kematian yang biasa disebut ngaben.
Dimana ngaben ini adalah suatu upacara kematian dalam rangka mengembalikan
arwah orang yang meninggal yang berawal dari kepercayaan orang Bali tentang arwah
tersebut masih tersesat kemudian akan dikembalikan ke pura kediaman si arwah.
Yang membedakan desa Panglipuran dengan desa lainnya yang ada di Bali hanya
pada ritualnya saja yaitu apabila orang bali lain ngaben dilakukan dengan cara
membakar mayat, di Panglipuran mayat di kubur. Hal ini dilakukan oleh
masyarakat Panglipuran sebagai tanda hormat dan cara untuk mengurangi
kemungkinan buruk yang bisa terjadi mengingat bahwa di daerah Panglipuran yang
berada didaerah pegunungan yang jauh dari laut, seperti yang kita tahu bahwa
abu jenazah yang telah dibakar harus dibuang ke laut sedangkan bagi orang Bali
menyimpan abu jenazah adalah suatu pantangan, jadi solusi terbaik adalah
dimakamkan.
Nama
Kelompok :
1. Haslinda
Syafitri
2. Ratna
Dwi Utami
3. Rosyidatul
Mufidah
Daftar
Pustaka :
Observasi
langsung penulis mendatangi Desa Adat Panglipuran.
Wawancara dengan Nyoman Rima, hari Kamis, 14 April 2016 pukul 12/30 WITA di
Desa Adat Panglipuran